Selasa, 28 Desember 2010

Kondisi Candi Borobudur Pasca Terkena Abu Erupsi Merapi

Candi Borobudur menjadi salah satu kawasan yang terkena semburan abu vulkanis letusan Gunung Merapi. Saat itu, objek wisata yang dibangun pada abad ke-8 tersebut ditutup alias tak boleh dikunjungi pengunjung. Bagaimana kondisinya sekarang?

SUPRIYADI, seorang guide, setengah berteriak meminta pengunjung mengosongkan kawasan arupadhatu. Dia dibantu beberapa petugas berseragam safari dari Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (BKPB). Seorang petugas BKPB melalui pengeras suara juga sibuk mengingatkan agar pengunjung menjauhi lantai paling atas di puncak candi yang terdiri atas bangunan 72 stupa tersebut.

Toh, tidak seluruh pengunjung mengindahkan peringatan petugas BKPB itu. Sebagian pengunjung memang berjalan menjauhi arupadhatu, bahkan ada yang mulai turun ke lantai di bawahnya. Namun, beberapa pengunjung naik kembali ke arupadhatu begitu petugas BKPB meninggalkan mereka.

Pengunjung pun leluasa mengambil gambar dengan latar stupa induk. Mereka juga bebas merogoh bagian tubuh tertentu di arca Kunto Bimo. Konon, berkunjung ke Borobudur rasanya kurang lengkap jika tidak menyentuh Kunto Bimo. Sebagian pengunjung meyakini, bila tangan mereka bisa menyentuh bagian tertentu patung itu, keinginannya akan dikabulkan.

Saat ini, pelataran arupadhatu memang ditutup untuk wisatawan. Sebab, di sana sedang dilakukan konservasi oleh BKPB. BKPB merupakan lembaga di bawah Ditjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) yang bertugas melakukan konservasi candi Buddha.

"Kalau abu vulkanis sudah tidak ada, saat ini sedang dilakukan konservasi rutin," kata Iskandar M. Siregar, Kasi pelayanan teknis BKPB, Senin lalu (26/12).

Pembersihan abu vulkanis sudah selesai pada 21 Desember lalu. Nah, konservasi rutin kali ini menangani rembesan air dan pembersihan kotoran di beberapa dinding batu di pelataran arupadhatu.

Saat terjadi erupsi (letusan) Merapi, ketebalan abu vulkanis yang menyelimuti kawasan candi mencapai 3?5 cm. Tingginya kandungan sulfur dalam abu vulkanis itu bisa menimbulkan korosi pada bebatuan candi. Tingkat keasamannya (ph) antara 4 hingga 5. Padahal, dalam kondisi normal, ph batu candi tidak boleh di bawah 5. Abu vulkanis juga mengandung silika. Namun, kandungan silika tidak terlalu merusak candi.

PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWCBPRB), pengelola Borobudur, pun bergerak cepat dengan menetapkan kondisi tanggap darurat sejak terjadinya erupsi pada awal November hingga 21 Desember. Tujuannya hanya satu. Yakni, secepatnya membersihkan abu vulkanis di kawasan candi.

Masyarakat ikut berpartisipasi sebagai relawan dalam proses tanggap darurat itu. Elemen masyarakat tersebut, antara lain, personel TNI, Himpunan Pramuwisata, ASITA, Komunitas Buddha, mahasiswa arkeologi UI, serta relawan masyarakat lokal di sekitar candi.

Pembersihan dilakukan dengan teknik yang sederhana. Petugas BKPB maupun relawan menggunakan sikat, alat vacuum cleaner, hingga soda kue untuk menghilangkan sekaligus menetralkan abu vulkanis. "Kami berupaya agar ph candi bisa naik menjadi enam," kata Iskandar.

Sehari sebelum selesainya masa tanggap darurat atau 20 Desember lalu, pengelola membuka kawasan candi untuk umum. Tak diduga, jumlah pengunjung terus membeludak. Pada hari pertama, tercatat 5.061 wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung. Hari berikutnya (21/12) naik menjadi 8.581 orang.

Selanjutnya, pada 22 Desember, jumlah pengunjung menurun, yakni 7.951 wisatawan lokal dan 259 wisatawan asing. Besoknya (23/12), pengunjung menurun lagi, yakni 6.985 wisatawan lokal dan 265 wisatawan asing.

Meski begitu, jumlah pengunjung pascaerupsi Merapi itu masih jauh lebih besar dibanding kunjungan hari biasa. Pada hari biasa, jumlah pengunjung 2.000?3.000 orang dan 8.000 orang pada hari libur. "Bisa jadi banyaknya pengunjung (pascaerupsi) itu merupakan dampak penjelasan kami di beberapa media, termasuk radio dan televisi, bahwa kondisi Borobudur sekarang sudah aman dikunjungi," kata Pujo Suwarno, kepala unit PT Taman Wisata Candi Borobudur.

Dia mengakui, meski ada tren positif, jumlah pengunjung pada Desember jauh di bawah kunjungan pada bulan-bulan sebelum terjadinya erupsi. Pada Desember 2008 dan 2009, misalnya, jumlah pengunjung mencapai 310.700 orang dan 292.064 orang. Pada Desember tahun ini (hingga 24 Desember), total pengunjung Borobudur baru menyentuh 76.155 orang.

"Kami berharap akhir tahun ini bisa menembus lebih dari 100.000 pengunjung. Kami sedang menyiapkan berbagai even untuk menaikkan jumlah kunjungan itu," kata Pujo.

Salah satunya, mengadakan pentas kesenian rakyat yang bekerja sama dengan Lesbumi NU dan menggelar wayang orang di panggung Aksobya (lapangan tepat di depan Candi Borobudur). Pengelola juga berencana mengadakan konser musik dengan mendatangkan grup rock legendaris Scorpions tahun depan.

"Kami masih menunggu izin dari Kementerian Budpar untuk rencana itu," kata Agus Canny, direktur pemasaran PT TWCBPRB. Kementerian Budpar masih meneliti sejauh mana getaran suara konser musik rock itu bisa memengaruhi kondisi fisik candi.

Pujo mengakui, rata-rata pengunjung yang datang di Borobudur saat ini adalah mereka yang terikat dengan biro perjalanan. Wisatawan yang berangkat sendiri umumnya tidak sebesar tahun-tahun lalu. "Ini merupakan dampak langsung erupsi Merapi. Pengunjung masih khawatir dengan kondisi di sini," ujar pria asal Ponorogo tersebut.

Sebagaimana diketahui, selama terjadinya erupsi Gunung Merapi, akses jalur utama Jogja?Magelang memang terputus karena lahar dingin. Ditambah, putusnya Jembatan Srowol di Desa Adikerto, Muntilan, yang selama ini menjadi jalur alternatif wisatawan ke Borobudur dari Jogja. Nah, permasalahan pada jalur transportasi itulah yang sangat memengaruhi jumlah kunjungan ke Borobudur bulan ini. "Mudah-mudahan setelah kondisinya normal jumlah kunjungan wisatawan ke Borobudur juga normal, bahkan meningkat," harap Pujo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar