Selasa, 28 Desember 2010

Regulator Penerbangan Diminta Kaji Bahaya Abu Bromo

TEMPO Interaktif, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, meminta regulator penerbangan untuk mengkaji keamanan penerbangan akibat abu letusan Gunung Bromo. ”Kami minta Dirjen Perhubungan Udara (Kementerian Perhubungan) untuk melakukan kajian keselamatan (penerbangan) dari dan ke Juanda,” kata Kepala PVMBG Dr Surono di ruang kerjanya, Selasa (28/12).

Dia beralasan, lembaganya tidak bisa membuka rekomendasi yang dikeluarkan oleh VAAC (Vulcanic Ash Advisory Center) Darwin, Australia, yang rutin mengirimkan kajian soal efek abu letusan gunung api yang terjadi di Indonesia, sebagian Filipina, dan Papua Nugini. “Bukan kewenangan saya mempublikasikan itu. Yang berwenang itu Dirjen Perhubungan Udara,” kata Surono. 

Surono mengatakan, permintaan itu sengaja dikirim pada Dirjen Perhubungan Udara khusus untuk penerbangan menuju Djuanda, Surabaya saja. Sementara untuk Bandara Abdul Rahman Saleh, di Malang, dinilainya sudah tidak perlu diberi peringatan lagi karena sudah terbiasa melakukan pengamanan penerbangan akibat gangguan abu gunung api. 

Dia tidak bisa memastikan apakah abu yang dihasilkan letusan Gunung Bromo itu berpotensi menggangu penerbangan. “Harus dilakukan penyelidikan,” kata Surono. 

Ia sudah meneken surat soal permintaan itu kemarin. Surat itu ditekennya bersamaan dengan surat yang dilayangkan pada sejumlah pemerintah daerah di seputar Gunung Bromo soal rekomendasi mengungsi bagi warga yang terhitung rentan terhadap bahaya abu itu, semisal bayi di bawah lima tahun. 

Menurut Surono, letusan gunung itu sendiri hanya melontarkan material, di antaranya berupa abu vulkanik maksimal mencapai ketinggian 2 ribu meter dari bibir kawah. Tapi yang jadi soal, lanjutnya, gunung itu sendiri relatif tinggi. ”Belum lagi kalau ada angin bertiup dari bawah ke atas dulu, kemudian dia tertarik ke arah mana saja,” katanya. 

Ancaman langsung letusan gunung yang memiliki ketinggian 2.329 meter itu, berupa material pijar, berpotensi dirasakan pada radius 2 kilometer dari kawah gunung itu. Hanya saja, paparnya, abu gunung yang menyertai letusan itu bisa bertiup ke mana-mana. Abu itu sendiri dilaporkan sudah mencapai Probolinggo dan Malang. 

Gunung Bromo merupakan salah satu gunung api yang meletus sepanjang tahun ini. Selain gunung itu, gunung lain yang meletus tahun ini adalah Gunung Sinabung, Gunung Karang Etang, Gunung Merapi, Gunung Anak Krakatau, Gunung Dukono, dan Gunung Ibu. Gunung Bromo, Anak Krakatau, Dukono, dan Ibu terhitung berpotensi masih bakal melanjutkan lonjakan aktivitasnya hingga tahun depan. 

Gunung Anak Krakatau yang meletus sejak 9 Agustus lalu, papar Surono, terhitung merepotkan. Sedikitnya sudah 3 kali alat pemindai aktivitas gempa gunung api atau seismograf yang dipasang di gunung itu rusak. 

Kemarin, sekitar pukul 18.30 WIB, alat seismograf yang dipasang di tubuh gunung yang kini berada dalam status Waspada (Level II) itu tidak mengirimkan sinyal hasil pemindaian. Kejadian yang sudah kali ke tiga di tahun ini itu diduga akibat rusaknya pemancar akibat terkena dampak letusan gunung itu. Sebelumnya panel surya yang memasok energi alat pemindai itu tidak bekerja karena tertutup abu letusan gunung itu. 

Surono mengatakan, gara-gara alat seismograf di gunung itu rusak, pihaknya tidak tahu sama sekali kondisi terkini aktivitas gunung itu. Dia belum bisa mengirim petugas untuk memperbaiki alat tersebut karena terganjal tingginya ombak di perairan seputar gunung itu. Satu-satunya yang bisa mendekati pulau itu adalah kapal berukuran besar, yang kini harga sewanya melonjak menjelang perayaan tahun baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar